HorrorMisteriTragedi

Terperangkap dalam Bayangan

Motorku tiba-tiba terhenti di tengah jalan. Semua terlihat sepi. Tak ada suara, kecuali deru angin yang menggerus gedung-gedung tinggi yang terlihat seperti menunggu sesuatu. Asap hitam keluar dari pipa-pipa besar di sepanjang jalan, menciptakan bau busuk yang membuat tenggorokanku terasa perih.

“Apa yang terjadi di sini?” gumamku, hampir tak terdengar karena udara yang begitu sunyi.

Aku mencoba mencari petunjuk. Setiap jalan yang kutempuh hanya memperlihatkan gedung yang sama, lampu jalan yang berkedip lemah, dan udara yang semakin mencekam. Tak ada orang. Seharusnya aku sudah sadar. Ada sesuatu yang salah di sini. Benar-benar salah.

Saat aku melangkah lebih jauh, terdengar suara langkah kaki di belakang. Aku menoleh cepat, tapi hanya ada bayangan gelap yang bergerak di antara lorong-lorong sempit. Tubuhku terasa berat. Kenapa aku merasa seperti ada yang mengawasi?

Aku terus berjalan dengan waspada, berusaha tidak panik. Tapi di setiap langkah, rasa tak nyaman itu makin menggelitik. Aku merasa seperti ada sesuatu yang bergerak di luar pandanganku. Bayangan-bayangan hitam yang mulai melayang di udara.

Tiba-tiba, sebuah suara dari belakang.

“Kamu kenapa masih di sini?” suaranya serak, dipenuhi kebencian, seolah suara itu datang dari kedalaman tanah.

Aku menoleh, dan kali ini sosok itu sudah ada di depan mataku. Seorang wanita tinggi, tubuhnya kurus dengan rambut panjang yang kusut. Wajahnya tak terlihat dengan jelas karena tertutup rambutnya yang jatuh ke depan. Tapi yang jelas—matanya. Hitam. Kosong. Matanya seperti menelan segala yang ada di sekitarnya.

Aku mundur, tetapi langkahku terhenti saat melihat tangan wanita itu. Kuku-kukunya panjang, lebih seperti cakar, berlumuran darah yang sudah mengering.

“Apa… apa yang kamu inginkan?” Aku memaksakan suara keluar dari tenggorokan yang terasa tercekat.

Wanita itu tidak menjawab. Sebaliknya, dia mendekat. Langkahnya tidak terdengar, tetapi terasa—seperti getaran yang datang dari tanah. Dia hanya menatapku, wajahnya semakin dekat. Aku bisa mencium bau busuk dari tubuhnya, bau yang lebih menyengat daripada apapun yang pernah kucium sebelumnya.

Tiba-tiba, dia tertawa—tawa yang terdengar seperti seretan pisau di atas kaca.

“Tidak ada yang bisa keluar dari sini,” katanya pelan. “Kamu datang ke tempat yang salah.”

Aku berbalik dan berlari. Hanya satu tujuan—keluar. Tetapi setiap belokan jalan hanya membawaku kembali ke tempat yang sama. Gedung yang sama. Lorong yang sama. Semua terasa seperti labirin tanpa ujung.

Lalu, di salah satu sudut jalan, aku melihatnya lagi. Sosok wanita itu. Kali ini, dia tidak sendirian. Ada lebih banyak bayangan—bayangan manusia yang tubuhnya terputus, terbakar, hancur. Mereka berdiri di sekitar wanita itu, matanya juga kosong, tubuh mereka mengeluarkan aroma busuk yang semakin pekat.

Aku ingin berteriak, tetapi bibirku terasa kaku. Tangan wanita itu kembali terulur. “Kami sudah menunggumu. Kamu yang datang ke sini. Kamu yang terjebak,” katanya, suaranya semakin pelan dan serak. “Kamu akan menjadi bagian dari kami.”

Aku berlari, sekuat tenaga, meskipun tubuhku merasa berat. Tapi apa yang kutemui? Hanya lorong yang semakin gelap. Lalu, di ujung jalan, sosok itu muncul lagi. Kali ini, wajahnya sudah terbuka—terlihat jelas, tapi tidak bisa dikenali. Kulitnya terkelupas, dagingnya hancur, dan matanya kosong, hanya dua lubang hitam yang menatapku.

Wanita itu tidak bergerak, tetapi aku merasa tubuhku semakin tak terkendali. Kaki-kaki ini berat sekali, seakan tanah itu menarikku, mencoba membenamkan tubuhku ke dalamnya.

“Jangan coba melarikan diri,” suara itu kembali terdengar. “Kau sudah berada di sini, dan di sini, kamu tidak akan keluar.”

Kaki-kakiku akhirnya tak bisa bergerak lagi. Aku terjatuh. Aku terkulai di tanah yang dingin, dan saat aku menatap ke atas, bayangan-bayangan itu sudah mengelilingiku. Mereka tidak berbicara, namun aku tahu apa yang mereka inginkan.

Kota ini bukan kota biasa. Ini adalah tempat bagi mereka yang sudah mati, mereka yang tak bisa pergi ke mana pun. Dan aku—aku hanya satu dari banyak jiwa yang akan terperangkap di sini selamanya.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Close

Adblock Detected

Support Kami Dengan Mematikan Adblock