Petualangan

Bajak Laut

Dulu, ada dua bajak laut yang sangat berbeda satu sama lain. Yang pertama bernama William. William dan krunya bukanlah bajak laut biasa. Mereka berlayar bukan untuk menjarah tanpa alasan, tapi untuk menegakkan keadilan di lautan. Kapalnya bahkan diberi nama “Justice” sebagai lambang tekad mulianya. Di sisi lain, ada Penelope. Kapalnya bernama “Prestige”, dan seluruh krunya adalah kumpulan bajak laut paling kejam dan licik yang pernah mengarungi samudra. Namun satu hal yang tak bisa dibantah, loyalitas mereka kepada Penelope tak tergoyahkan.

Banyak yang bertanya-tanya, mengapa William, seorang pria baik, bisa menjadi bajak laut?

Semuanya bermula lima tahun lalu, saat kapal Queen’s Cordova karam. Dari tiga ratus penumpang, hanya William yang selamat. Ia terapung-apung di lautan sampai akhirnya diselamatkan oleh kapal bajak laut, The Sea Serpent. Saat sadar, ia mendapati seorang perempuan duduk di sampingnya, Penelope. Dialah yang menarik William dari air dan merawatnya hingga pulih. William, yang masih lemah, tak bisa menyembunyikan kekagumannya pada wanita yang menyelamatkannya. Ia mencoba bangkit untuk mengucapkan terima kasih, tapi Penelope menahannya dan menyuruhnya beristirahat.

Dengan suara ombak yang menenangkan dan desiran angin laut, William tertidur lagi. Saat ia pulih, ia menemukan makanan dan air di sisinya. Ia langsung memakannya dengan lahap. Tak lama, Penelope membuka pintu ruangannya.

“Ikut aku,” katanya tegas.

Tanpa banyak tanya, William bangkit dan mengikutinya.

“Kita mau ke mana?” tanya William.

“Kau ikut misi bersama kami,” jawab Penelope singkat.

Sepanjang perjalanan di dalam kapal, William mencoba mengajak bicara, tapi tak ada balasan. Ia tak tahu misi macam apa yang menantinya, tapi ia merasa berhutang nyawa dan siap melakukan apa pun demi Penelope.

Tiga jam berikutnya, William ikut dalam aksi perampokan empat belas toko! Tentu saja, ia tak tahu kalau tindakannya itu ilegal. Tugasnya hanya membawa kantong hasil jarahan kembali ke kapal. Saat semua kembali ke kapal, William dipanggil masuk ke ruang kapten.

“Maukah kau bergabung dengan kami? Di sini kau akan merasakan kebebasan sejati dan bisa mengambil apa pun yang kau mau,” ujar sang kapten.

“Itu terdengar seperti… jadi bajak laut, Kapten,” jawab William ragu.

Saat menoleh ke sekeliling ruangan, barulah William sadar, ia berada di kapal bajak laut. Ia merasa dikhianati dan dibohongi. Amarah menguasainya. Ia menolak tawaran itu dan bersumpah akan melawan bajak laut seumur hidupnya. Ia hampir saja melompat ke laut, tapi ia menahan diri. Ia berjanji akan melawan kejahatan dari dalam.

Kini, bertahun-tahun kemudian, William telah memiliki kapal dan kru sendiri. Mereka berlayar untuk menghentikan bajak laut mana pun yang mereka temui. Sampai suatu hari, mereka melihat kapal yang sangat dikenalnya “Prestige” Penelope.

Kedua kapal saling mendekat. Kru masing-masing bersiap untuk bertempur. William, yang melihat Penelope ada di atas kapal itu, memerintahkan krunya untuk tidak menembakkan meriam. Ia hanya ingin naik dan merebut kapal, bukan menghancurkannya.

Biasanya William akan memerintahkan untuk menenggelamkan kapal bajak laut, tapi kali ini tidak. Ada sesuatu yang berbeda. Ia tahu, perasaannya kepada Penelope belum padam. Sementara itu, Penelope di ruangannya, memikirkan William. Rasa benci dan rindu bercampur jadi satu. Ia tak pernah melupakan pria itu, yang telah pergi meninggalkannya tanpa kata.

Saat senyap menyelimuti lautan, dua kapten keluar dari ruang mereka. Petir dari badai yang jauh terdengar menggema.

“Serang!” teriak mereka bersamaan.

Meriam dari kapal Penelope meledak ke udara. Kru William melompat dari tali-tali kapal, mendarat di dek musuh. Pedang berbenturan, teriakan pertempuran memenuhi udara.

William menembus kerumunan, terus mendekati Penelope. Ia menebas siapa pun yang menghalangi jalannya. Penelope memperhatikannya dari kejauhan, ada perasaan lama yang kembali muncul.

Akhirnya mereka berhadapan. Keduanya berputar-putar, siap menyerang kapan saja.

“Aku tak ingin menyakitimu,” kata William.

Penelope mencibir. “Kau tak akan punya kesempatan.”

Ia menyerang dengan ganas. Setiap tebasannya memaksa William bertahan mati-matian. Bilah pedang mereka bahkan mulai retak karena benturan yang keras.

“Aku akan membunuhmu untuk semua yang telah kau lakukan!” teriak Penelope.

“Aku? Justru kau yang menipuku dan membuatku jadi bajak laut!”

Pertempuran berlangsung sengit, tapi William memanfaatkan kemarahan Penelope. Saat fokusnya terpecah, William berhasil menjatuhkan pedangnya. Penelope tersungkur ke lantai.

“Bunuh aku,” katanya dengan lirih. “Kirim aku ke dasar laut.”

“Kau pantas mendapatkannya,” jawab William. “Tapi aku tak bisa.”

“Semua yang kulakukan itu agar kau tetap bersamaku. Karena kau… kau satu-satunya hal baik yang pernah aku punya,” Penelope menangis.

Hati William luluh. Ia akhirnya menyadari, Penelope tak marah karena ia menolak jadi bajak laut, ia marah karena William meninggalkannya.

“Selama ini aku mencari para bajak laut, berharap bisa menemukanmu dan menyelamatkanmu dari semua ini. Aku mencintaimu sejak pertama kali melihatmu.”

Penelope terpaku. “Aku ju—”

Sebuah tembakan meriam memotong kata-katanya.

“Apa itu?! Kapalku sudah berhenti menembak sejak kalian naik!” seru Penelope.

Kabut perlahan menghilang, memperlihatkan siluet kapal besar yang menghantui, kapal “Black Death”.

“Itu dia! Semua berhenti bertarung! Black Death ada di belakang kita!” teriak William.

Kapal itu dijuluki “Kapal hantu”, karena telah mengirim lebih dari tujuh ratus kapal ke dasar laut. Kaptennya, Si janggut hitam, dikenal sebagai pembawa kehancuran.

William segera memerintahkan krunya kembali ke kapal. Namun kali ini, ia tak akan meninggalkan Penelope.

Kedua kapal bersatu melawan musuh bersama. Saat meriam dari Black Death menghancurkan lambung kapal Penelope, William memberi sinyal : serbu kapal mereka langsung! Penelope dan krunya melompat ke kapal musuh, meski kapal mereka mulai tenggelam.

William menghentikan tembakan dari “Justice”, agar tak melukai Penelope. Saat pertempuran memanas di atas dek Black Death Penelope berhadapan langsung dengan Janggut Hitam. Mereka bertarung habis-habisan, hingga William datang dan menghentikan serangan terakhir yang hampir menghabisi Penelope.

“Kau bodoh,” ujar Janggut Hitam dingin. “Sekarang kau juga akan mati.”

“Tidak hari ini,” balas William. “Hari ini ceritamu berakhir.”

Penelope bangkit, dan bersama William, mereka menyerang. Saat keduanya menusukkan pedang dari depan dan belakang tubuh Janggut Hitam, semua suara terhenti. Tubuh sang kapten jahat tumbang.

“Pertarungan selesai!” teriak William.

“Janggut Hitam sudah mati!” Penelope bersorak.

Seluruh kru bersorak. William dan Penelope berdiri berdampingan, memikirkan bagaimana membawa semua orang pulang.

“Aku senang akhirnya menemukanmu,” kata William.

“Dan aku menghabiskan bertahun-tahun ingin membunuhmu,” Penelope tertawa.

Saat kapal Black Death tenggelam, Justice berlayar ke malam penuh bintang, diiringi sorak kemenangan dan tawa.

“Apa yang ingin kau katakan sebelum Janggut Hitam datang tadi?” tanya William.

“Aku mencintaimu,” bisik Penelope. “Aku benar-benar mencintaimu.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Close

Adblock Detected

Support Kami Dengan Mematikan Adblock