Fiksi

Mimpi Darren

Awan kelabu menggantung rendah di langit, menandakan senja akan segera tiba. Angin dingin berembus pelan, menggoyangkan dedaunan yang mulai mengering di ujung musim gugur. Di dalam sebuah apartemen mewah di pusat kota, Darren menatap kosong ke arah kaca jendela yang besar. Matanya yang lelah menangkap bayangan dirinya sendiri, sosok pria paruh baya yang rambutnya mulai memutih di pelipis.

Beberapa malam lalu, Darren mengalami mimpi yang aneh. Tidak seperti biasanya, mimpi itu begitu jelas, begitu nyata, hingga meninggalkan perasaan tak nyaman yang terus mengganggunya.

Dalam mimpi itu, ia kembali menjadi anak kecil, berusia sekitar delapan atau sembilan tahun. Ia berdiri di sebuah padang rumput luas, di kaki bukit yang hijau. Langit di atasnya biru sempurna, matahari bersinar hangat tanpa terasa menyengat. Angin berhembus sepoi, membawa aroma segar tanah basah dan bunga liar. Ia tidak sendirian. Beberapa anak laki-laki lain berdiri di sekelilingnya, semua seumuran dengannya. Mereka tertawa riang, berlari ke sana kemari tanpa beban, menikmati permainan sederhana yang mereka mainkan.

Seorang pria dewasa, yang wajahnya samar, memegang bola kulit tua. Pria itu menendang bola tinggi ke udara, dan seketika, Darren dan teman-temannya berhamburan mengejar bayangannya yang turun dari langit. Darren berlari kencang, lebih cepat dari yang lain. Saat bola itu hampir menyentuh tanah, ia melompat, tubuhnya terasa ringan, seakan-akan ia bisa terbang. Tangannya meraih bola dengan mudah, seolah-olah benda itu memang ditakdirkan untuk jatuh ke dalam genggamannya.

Ia merasa luar biasa. Bebas. Bahagia. Ia ingin permainan ini terus berlangsung selamanya.

Namun, saat bola berikutnya meluncur ke atas dan ia bersiap untuk mengejar, sesuatu yang aneh terjadi. Langit yang semula biru berubah gelap, mendung pekat menggantung seperti tirai tebal yang menutupi cahaya matahari. Angin yang tadinya sepoi berubah menjadi tiupan kencang yang menggigit kulit. Ia merasa tubuhnya semakin berat, langkah kakinya melambat, dan saat ia melompat, ia tidak bisa mencapai bola seperti sebelumnya.

Kemudian, semuanya menghilang. Hanya ada kegelapan.

Darren terbangun dengan napas tersengal. Kamarnya sunyi, hanya suara detak jam dinding yang terdengar. Namun, perasaan kosong yang tersisa dari mimpinya tidak segera menghilang. Justru, perasaan itu semakin mengganggu pikirannya sepanjang hari.

Kembali ke dunia nyata, Darren hanyalah seorang pengusaha sukses yang setiap harinya terjebak dalam rutinitas pekerjaan yang membosankan. Ia memiliki segalanya—rumah mewah, mobil mahal, investasi yang terus berkembang. Namun, ia merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Sesuatu yang tidak bisa ia beli.

Hari itu, saat ia kembali duduk di kantor dan menatap layar laptopnya, pikirannya mengembara ke masa kecil. Ia ingat pernah tinggal di sebuah desa kecil sebelum keluarganya pindah ke kota. Tempat yang mirip dengan yang ada dalam mimpinya. Bukit hijau. Padang rumput luas. Udara segar.

Sebuah dorongan aneh muncul dalam benaknya. Ia harus pergi ke sana. Sekarang.

Tanpa banyak berpikir, ia meninggalkan kantornya, masuk ke mobil, dan mulai mengemudi. GPS di mobilnya tidak banyak membantu karena ia bahkan tidak tahu alamat pasti tempat yang ia cari. Namun, nalurinya membawanya ke sebuah desa kecil yang sudah lama ia lupakan. Jalanan semakin sempit, bergelombang, dan dikelilingi oleh pepohonan yang rimbun. Udara di luar semakin dingin saat matahari mulai tenggelam di balik perbukitan.

Akhirnya, ia sampai di sebuah lapangan rumput yang luas, persis seperti dalam mimpinya. Tempat itu tampak sunyi, hanya suara angin dan beberapa burung yang terdengar di kejauhan. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Tempat itu tidak seperti yang ia ingat. Rumputnya lebih liar, pohon-pohon lebih tua, dan semuanya terasa… lebih kecil. Bukit yang dulu tampak megah kini hanyalah gundukan biasa.

Darren berdiri di sana, merasa asing di tempat yang seharusnya akrab baginya. Ia berharap ada sesuatu—sebuah tanda, sebuah keajaiban—yang akan membuktikan bahwa tempat ini masih memiliki keajaiban yang pernah ia rasakan dalam mimpinya.

Namun, tidak ada apa-apa. Tidak ada suara tawa anak-anak. Tidak ada pria misterius dengan bola kulit tua. Tidak ada keajaiban.

Hanya kesunyian.

Darren menghela napas panjang. Ia menunduk, menyadari bahwa sepatunya kini kotor oleh lumpur. Jaket mahalnya tersangkut ranting kering. Ia merasa bodoh. Apa yang ia cari di sini? Masa kecilnya sudah lama berlalu. Kebahagiaan yang dulu ia rasakan bukanlah sesuatu yang bisa ia dapatkan kembali dengan hanya berdiri di sini.

Dengan langkah berat, ia berbalik dan berjalan kembali ke mobilnya. Dalam perjalanan pulang, ia tidak menyalakan radio. Hanya ada suara mesin dan pikirannya yang mengembara.

Ia sadar bahwa ia bukan lagi anak kecil yang bisa berlari tanpa beban mengejar bola yang jatuh dari langit. Ia adalah seorang pria dewasa yang telah menghabiskan hidupnya mengejar sesuatu yang bahkan ia sendiri tidak yakin apa itu.

Mungkin, ia tidak akan pernah bisa kembali ke masa lalu.

Tapi, mungkin, ia bisa mencari cara untuk menemukan kembali kebahagiaan itu dalam kehidupannya yang sekarang.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button
Close

Adblock Detected

Support Kami Dengan Mematikan Adblock