FiksiKomedi

Gamer Jomblo dan Tragedi Kaos Salah Tulisan

Bima masih betah di depan layar komputer meski jarum jam sudah bersatu di angka 12. Tangan kanannya cekatan menggerakkan mouse, maju mundur, kanan kiri, seperti orang lagi latihan silat. Matanya tetap fokus ke layar monitor lebar yang menampilkan game FPS online. Mukanya tegang, penuh konsentrasi, dengan sesekali ekspresi kemenangan setiap berhasil membantai lawan. Dia lupa segalanya. Makan, tidur, bahkan fakta bahwa dia masih jomblo sejak zaman kerajaan Majapahit.

Bagi Bima, game adalah hidupnya. Hidupnya adalah game. Kalau ada turnamen duduk lama di depan komputer, dia pasti juara satu. Bahkan Danar, teman kontrakannya, sering geleng-geleng kepala melihat total uang yang sudah dihabiskan Bima untuk beli item digital yang bahkan nggak bisa dibawa ke alam kubur.

Tapi malam itu, meski game berjalan seru, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Sebuah undangan pernikahan dari sahabatnya, Rama. Teman seperjuangan di warnet. Kawan senasib seperjombloan. Dulu mereka berdua sama-sama gamer cupu yang nggak laku-laku. Tapi sekarang, Rama menikah. Sementara Bima? Jangankan menikah, nomor cewek yang bisa dia chat selain mamanya saja nggak ada.

Bima menghela napas panjang, mencoba membandingkan dirinya dengan Rama. Dari segi ketampanan? Beda tipis. Dari segi kepintaran? Oke, sedikit timpang. Dari segi kemampuan merayu cewek? Hm, Bima lebih jago kalau copy-paste gombalan dari internet dihitung sebagai keahlian. Tapi tetap saja, Rama punya pacar dan akan menikah. Bima? Bahkan tukang pecel langganannya lebih sering menyapa dia daripada perempuan sungguhan.

Tiba-tiba mouse di tangannya berhenti bergerak. Bima termenung. Sudah waktunya dia mencari pasangan. Setidaknya demi gengsi. Malu juga kalau datang ke pernikahan teman masih jomblo dan hanya ditemani handphone yang penuh dengan screenshot chat “dilihat tapi tidak dibalas.”

Dengan tekad bulat, Bima mencuci muka. Ritual langka yang biasanya hanya dilakukan jika ada acara besar. Setelah pikirannya sedikit jernih, dia login ke Facebook, harapan terakhir para jomblo digital. Daftar temannya lumayan banyak, kebanyakan cewek cantik yang entah kenapa semuanya hanya eksis di dunia maya. Tapi dari sekian banyak, hanya satu nama yang terus mengganggu pikirannya.

Rani.

Rani itu ibarat bidadari di dunia Facebook. Rambut panjang, mata besar, kulit putih, meski Bima curiga efek filter. Bima sudah sering menyapa lewat chat, tapi jawabannya lebih sering nihil. Mungkin kalau pesannya dikirim ke NASA, responnya bakal lebih cepat. Tapi Bima tidak menyerah. Dia mengeluarkan senjata pamungkas. Ajak nonton bioskop.

Tiket sudah di tangan. Film Bollywood. Rani suka banget sama film India. Bima yakin kali ini dia tidak akan ditolak. Setelah mengetik pesan panjang penuh basa-basi, akhirnya dia menekan tombol kirim. Dan kini tinggal menunggu jawaban.

Besoknya, Bima lebih gelisah dari pemain game yang jaringan internetnya putus pas lagi mabar. Sudah seharian tidak ada balasan dari Rani. Dia sampai lupa makan. Lebih tepatnya, lupa beli makan.

Malam harinya, sebuah notifikasi berbunyi di ponselnya. Bima langsung membuka pesan dengan harapan besar. Dan… ya! Rani membalas.

“Boleh, aku juga pengen nonton itu. Ketemu di bioskop ya. Cari aku pakai hati nuranimu.”

Bima tidak terlalu paham maksudnya, tapi tidak masalah. Yang penting dia punya janji kencan.

Hari H. Bima tampil maksimal. Mandi, gosok gigi, pakai baju terbaiknya. Sebuah kaos keren yang diingatnya bertuliskan “Gamer Is Never Die” di belakang. Dengan pede, dia melaju ke bioskop dengan motor pinjaman dari Danar.

Sesampainya di sana, Bima mencari Rani. Matanya menyapu seluruh area bioskop. Tidak ada tanda-tanda gadis berambut panjang dengan kulit putih. Yang ada cuma pasangan muda-mudi yang bikin iri dan seorang cewek berkacamata dengan wajah bopeng karena jerawat.

Bima menunggu. Satu jam. Rani tidak juga muncul. Dia mulai frustrasi. Mungkin dia salah tempat? Atau Rani mempermainkannya?

Saat hendak menyerah, ada pesan masuk. Bima membacanya dengan napas tertahan.

“Dasar cowok sialan! Udah satu jam aku tunggu. Mana cowok yang pakai baju ‘Gamer Is Never Die’?! Yang ada tadi cuma cowok bloon yang pakai baju ‘Lover Is Never Die’! Jijik aku!”

Bima membatu. Seperti karakter game yang lag karena koneksi buruk. Matanya melirik ke belakang. Di sana tertulis jelas.

Lover Is Never Die.

Bima menghela napas panjang. Rasanya ingin uninstall kehidupan.

Tiba-tiba, Danar menelepon.

“Woi! Baju gue! Itu hadiah dari pacar gue, bego! Kenapa lo pakai?!”

Bima menatap langit malam. Angin sepoi-sepoi berembus, seakan menertawakannya.

Begitulah kisah Bima. Gamer sejati. Jomblo abadi. Dan kini, korban salah kostum pertama yang patah hati sebelum sempat nonton.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Close

Adblock Detected

Support Kami Dengan Mematikan Adblock